Kebohongan, kebohongan, kebohongan! mungkin kata ini paling banyak mewarnai cerita detektif Agatha kali ini. Bila pada resensi resensi sebelumnya kita menikmati jalan cerita berlatar pedesaan Inggris, kesibukan kota London, pantai-pantai eksotik, kereta trans Eropa, maka kali ini kita melulu disuguhi seting ruang pengadilan. Tapi bukan Agatha kalau tidak menyuguhkan kehebohan. Di ruang pengadilan, di bawah sumpah, kebohongan boleh mengecoh juri, tapi tidak Hercule Poirot.
Elinor Carlisle hampir menyatakan diri bersalah di pengadilan. Menyatakan bersalah terhadap pembunuhan Mary Gerrard. Motifnya warisan dan asmara. Walau menyatakan diri bersalah, apakah Mary benar-benar bersalah? kalau Elinor tidak bersalah, siapa pembunuh sesungguhnya?
Ini tugas Poirot. Kebohongan-kebohongan bertebaran di sidang pengadilan. Tapi satu kebohongan fatal telah mengungkap kebenaran. Suster Hopkins melakukan kebohongan kecil. Waktu Elinor melihat sang suster terluka kecil, Hopkins bilang tertusuk mawar. Padahal ditempat kejadian SELURUH MAWARNYA TIDAK BERDURI.
' Pohon itu adalah sejenis mawar yang merambat - Zephyrine Drouhin. Bunganya harum segar baunya dan berwarna merah muda. pohonnya tidak berduri ' ( hal 239 ).
Dan duri mawar ini bikin terang seluruh perkara. Cerdik ya Agatha.
(Awas spoil!) pembunuhan dalam novel ini menggunakan media jenis Morfin dan Apomorfin hidroklorida C17H17N O2. Caranya dengan ditaburkan pada roti sandwich yang dikonsumsi si korban. Pelaku juga melahap sandwich yang sama. Namun cepat menengak Apomorfin sehingga berefek pada muntah yang mengeluarkan seluruh sandwich yang dia makan. Namun orang yang muntah karena obat ini akan kelihatan dari pucatnya wajah disertai warna kebiruan, disertai keringat yang mengucur deras.
(Awas spoil!) pembunuhan dalam novel ini menggunakan media jenis Morfin dan Apomorfin hidroklorida C17H17N O2. Caranya dengan ditaburkan pada roti sandwich yang dikonsumsi si korban. Pelaku juga melahap sandwich yang sama. Namun cepat menengak Apomorfin sehingga berefek pada muntah yang mengeluarkan seluruh sandwich yang dia makan. Namun orang yang muntah karena obat ini akan kelihatan dari pucatnya wajah disertai warna kebiruan, disertai keringat yang mengucur deras.
Behind the Story
Sebenarnya ini sudah lama menjadi kritik saya terhadap Agatha. Dua tokoh utamanya, Hercule Poirot dan Jane Marple sama-sama perawan tua dan bujangan lapuk. Seringkali yang mereka hadapi adalah kisah-kisah cinta rumit yang melahirkan pembunuhan. Kalau Agatha mengatakan mereka berdua faham betul akan perasaan dan cinta, saya meragukannya. Seseorang yang jarang menjalin hubungan cinta dan tidak berkeluarga akan sulit memahami apa itu cinta. Jadi cinta versi Marple dan Poirot adalah jenis pemahaman yang dicangkokkan Agatha kepada mereka. Bukan karakter sejati yang mengalir dari pengalaman hidup mereka berdua.
Lebih konyol lagi adalah gagasan tentang detektif kebahagiaan Parker Pyne. Diceritakan sebagai pensiunan Biro Statistik, dia adalah detektif yang berspesialisasi sebagai pengembali kebahagiaan. Lagi lagi soal cinta dan perasaan. Asal usul keluarga Tuan Pyne juga kurang jelas. Bisa-bisanya menjadi detektif kebahagiaan?
Novel ini cukup sederhana namun cerdas. Ada cara kerja Apomorfin dan jenis mawar yang tak berduri. Diramu dengan kisah cinta dan warisan. Kegemaran orang Inggris memelihara taman menjadikan mereka hafal berbagai jenis bunga Ros. Bukan di novel ini saja Agatha cerita soal bunga-bungaan. Jenis Polyganum misalnya mewarnai novel Nemesis (1971). Ada Geranium di Thirteen Problems (1932). Masih ada daun Floxglove yang beracun dalam Postern of fate (1973).
Rasanya tokoh Jane Marple lebih cocok menangani kasus ini ketimbang Hercule Poirot. Ceritanya feminin namun berbuah maut. Biasanya soal soal wanita lebih baik diselesaikan oleh antar wanita juga. Buku ini banyak bercerita soal perasaan. Apakah bujang seperti Poirot faham riak-riak cinta di antara para wanita? Para pria mempunyai logikanya sendiri untuk memecahkan masalah. Bukankah masalah cinta adalah masalah psikologika, bukan masalah logika yang selalu diagung-agungkan kaum Adam?
Sebenarnya ini sudah lama menjadi kritik saya terhadap Agatha. Dua tokoh utamanya, Hercule Poirot dan Jane Marple sama-sama perawan tua dan bujangan lapuk. Seringkali yang mereka hadapi adalah kisah-kisah cinta rumit yang melahirkan pembunuhan. Kalau Agatha mengatakan mereka berdua faham betul akan perasaan dan cinta, saya meragukannya. Seseorang yang jarang menjalin hubungan cinta dan tidak berkeluarga akan sulit memahami apa itu cinta. Jadi cinta versi Marple dan Poirot adalah jenis pemahaman yang dicangkokkan Agatha kepada mereka. Bukan karakter sejati yang mengalir dari pengalaman hidup mereka berdua.
Lebih konyol lagi adalah gagasan tentang detektif kebahagiaan Parker Pyne. Diceritakan sebagai pensiunan Biro Statistik, dia adalah detektif yang berspesialisasi sebagai pengembali kebahagiaan. Lagi lagi soal cinta dan perasaan. Asal usul keluarga Tuan Pyne juga kurang jelas. Bisa-bisanya menjadi detektif kebahagiaan?
Review yang bagus. Tapi sejujurnya, saya nggak terlalu setuju beberapa hal:
BalasHapus1. Perawan tau ataupun bujang lapuk bukan alasan untuk nggak memahami cinta. Ada salah seorang teman saya yang disebut konsultan cinta. Banyak orang yang datang padanya buat sekadar curhat, atau konsultasi urusan cinta (nggak cuma soal pacaran, bahkan soal urusan pernikahan & rumah tangga). Padahal dia nggak pernah pacaran. Belum menikah juga. Istilahnya, biar tau kalo racun itu berbahaya, nggak usah nyoba dulu meminumnya...
2. Bukankah masalah cinta adalah masalah psikologika? Yupz, itu bener. Tapi seperti yang Anda tahu, Agatha membuat Poirot sebagai seorang yang ahli masalah psikologi. Jadi, rasanya nggak ada masalah.
Kyuuki Kyu:
BalasHapus1. Wah, kalau begitu teman anda itu luar biasa. Tapi bahkan statistik pun mengenal pengecualian. Semuanya bisa terjadi. Tapi salesman yang berhasil adalah yang memakai produk yang dia pasarkan... bagaimana mungkin orang percaya bila dia memasarkan sesuatu yang dia sendiri tidak mempergunakannya, atau menggunakan merk lain yang sejenis (aduh, nyambung ngak ya? heu heu heu...)
2.Seorang ekspert yang tidak pernah terjun dalam pecintaan... Hmmm, bisa juga. Tapi kayaknya cacat. Itu seperti pakar wine atau kopi yang hafal liku liku keduanya, tapi ngak pernah taste rasanya langsung...
3. Anyway, thanks for coming. Jawaban saya tidak identik dengan benar. Saya suka Agatha karena apa yang nampak benar tidak selalu harus benar. Dia mengajarkan saya untuk toleran.. terlepas dari agama, ras, status, kepercayaan, dan cara berpikir...
Well, kalau mengenai itu, justru yang tidak berpengalaman seperti Jane Marple lebih banyak punya kesempatan. justru yang seperti itu pikirannya lebih romantis dan bisa melihat lebih dari satu sudut pandang. (saya punya tante perawan tua, luar biasa imajinatif pikirannya!)
BalasHapusHmm, Miss Valentine, bisa juga seperti itu, ya?
BalasHapusAgatha pinter,dia bikin kita berulang kali nerka dan ngembangin jalan cerita sendiri. Aku kasih nilai 9 deh buat sad cypress ini. Yang jelas novel pintar tercipta dari pikiran yang jenius.
BalasHapusAgatha pinter,dia bikin kita berulang kali nerka dan ngembangin jalan cerita sendiri. Aku kasih nilai 9 deh buat sad cypress ini. Yang jelas novel pintar tercipta dari pikiran yang jenius.
BalasHapusMaaf ni pak Esa, agak gak nyambung pertanyaan saya. Bpk tahu pengarang novel yg karakternya pemudi pemudi bernama Marryanne, Dawn, Christie etc? dan kebetulan saya lupa judul novel nya. Semoga bpk bisa bantu saya dengan wawasan suka baca novel. Terima kasih sebelumnya
BalasHapus