Tragedi Tiga Babak (Three Act Tragedy, 1934)

" Kejadian mendatangi manusia, bukan sebaliknya.... Begitu juga dengan orang orang seperti Hercule Poirot. Mereka tak perlu pergi mencari tindak kriminal. Kejahatan itu sendiri yang datang pada mereka." (hal.16).

Sulit untuk tidak mengatakan kalau novel novel Agatha Christie novel borjuis. Jarang kita menemukan Agatha bercerita tentang kemiskinan, atau pembunuhan berlatar orang orang miskin. Begitu pula novel ini. Tersebut lah Sir Charles Cartwright, artis drama ternama Inggris yang memasuki masa pensiun. Masih lajang, memilih Crow's Nest, sebagai rumah peristirahatan tepi pantai bergaya modern. Dari sana pemandangan pantai Loomouth sangat indah. Lengkap dengan para pelayan khas rumah tangga aristokrat Inggris.

Soal kebiasaan? ya apalagi kalau acara minum-minum dan jamuan makan malam eksotik. Kebiasaan mewah yang hanya bisa dinikmati lingkungan para sohib bangsawan. Malam itu acara dinner dihadiri Mr. Satterhwhaite, sahabatnya, dr. Sir Bartholomew Strange, Egg Lytton Gore, gadis enerjik (disukai Sir Charles) yang datang bersama ibunya, Oliver Manders, yang ngebet sama si Egg, Mr. dan Mrs. Babbington yang pendeta (diundang lebih karena tetanggaan), Angela Sutcliffe, artis tekenal, Anthony Astor, penulis naskah yang lagi naik daun, suami-istri Dacres, desainer fashion kaya raya, dan terakhir.... si kumis Hercule Poirot yang lagi-lagi mengutarakan niatnya untuk pensiun.

" Setiap hari saya liburan sekarang. Saya sudah sukses. Saya kaya. Saya pensiun. Sekarang saya jalan jalan, melihat dunia " (hal. 66). 

Namun acara makan malam menuai bencana. Mr. Babbington yang pendeta jatuh tersungkur setelah minum koktail. Mati. Racun nikotin terdeteksi dalam tubuhnya. Itu babak pertama dari tragedi tiga babak. Dibunuh. Padahal apa artinya seorang pendeta? Dia pelayan umat, lemah lembut, dan jelas tak punya musuh. Masa lalunya bersih.

Babak kedua tragedi terjadi di London, ketika lagi-lagi dalam jamuan makan malam terjadi pembunuhan. Kali ini korban justru tuan rumah, dr. (spesialis syaraf) Strange. Hampir seluruh peserta jamuan di rumah Sir. Charles juga menjadi tamu pada jamuan di rumah dr. Strange. Kembali racun nikotin kembali menjadi sang pencabut nyawa. Mudah ditebak, salah seorang peserta pastilah menjadi pembunuhnya. Namun ikutan yang menyertainya agak aneh-aneh: ada kepala pelayan yang tiba-tiba lenyap ditelan bumi, ada Oliver yang datang hanya karena kecelakaan motor, sementara Mr. Satterhwaite, Sir Charles, dan Poirot nun jauh di Monte Carlo sana. Namun siapa, dan kenapa membunuh? itu soalnya.

Eh, jatuh lagi korban. Kali ini salah seorang pasien sanotarium penyakit syaraf yang dimiliki almarhun dr. Strange. Ini pasien yang terisolasi, yang jarang berhubungan dengan dunia luar. Lagi-lagi mati karena racun nikotin, kali ini lewat hadiah kue coklat yang dia terima. Pembunuhan pertama, kedua, dan ketiga bisa dibilang tak berhubungan. Seorang pendeta, seorang dokter, seorang pasien. Bagaimana menjelaskan semua ini?

Behind The Story

Nyaris setengah buku ini bercerita tanpa kehadiran Hercule Poirot. Narator adalah Mr. Satterthwaite. Bisa dibilang ini buku Hercule Poirot tanpa Hercule Poirot. Poirot hadir penuh saat pidato mematikan - seperti biasa - di akhir cerita. Itu babak ketiga.

Nanti dulu, Mr. Satterhwhaite? samar samar mungkin anda mengingat tokoh ini. Ya! dia juga salah satu tokoh sentral dalam novel  Mr. Quin Yang Misterius (The Mysterious Mr. Quin, 1930).

Walau jumlah halaman yang sekitar 300an merupakan tebal standar novel novel Agatha, saya menangkap Agatha agak kurang tenang atau tergesa-gesa waktu menulis novel ini. Ada kesan cerita melompat lompat - biasanya Agatha lebih sabar menangani adegan demi adegan. Tetapi kerumitan yang terjadi, saya jamin orsinil. Artinya, saya tidak melihat kemiripan dengan plot cerita dengan novel yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Peringkat Novel Agatha Christie

Saya benci pemeringkatan. Apalagi bila menyangkut penulis favorit Agatha Christie. Tetapi pemeringkatan menjadi keniscayaan - bukankah setiap pencipta agung mempunyai masterpiece? Dan mengenali sebuah masterpisece adalah tugas seorang reviewer. Maka saya menyematkan **** alias empat bintang untuk karya masterpiece, *** tiga bintang untuk karya 'out of the box', ** dua bintang untuk karya kategori bagus, dan satu bintang * untuk karya standar Agatha. Tentu saja ini subyektif, pendapat anda lebih benar. Klik di sini untuk melanjutkan.