Lapangan Golf Maut (Murder on the Link, 1923)


' Dia tinggi semampai, bentuk tubuhnya seperti dewi...rambutnya keemasan... memancar...'
'Astaga Poirot, adakah kau lihat dewi itu?'
'Mon ami, ...yang kau lihat adalah dewi, (tapi) aku hanya melihat seorang gadis yang bermata penuh rasa takut'.

Poirot masih dilanda euforia atas keberhasilan debut pertamanya memecahkan kasus pembunuhan di Styles. Saat ini di kantornya ia sedang membaca sepucuk surat yang datang dari Perancis. Pengirimnya bernama Tuan Renauld, memintanya agar segera datang ke Perancis karena merasa terancam pembunuhan. Ditemani Kapten Arthur Hastings, Poirot menyambangi Villa Genevieve, Merlinville di negeri Menara Eifel ini. Namun kedatangan Poirat agaknya terlambat karena Tuan Renauld telah tewas terbunuh...

Agak puyeng juga detektif kita ini menyusun keping demi keping kejadian sesungguhnya pada saat kejadian pembunuhan. Betapa tidak, malam sebelum Tuan Renauld terbunuh, dia kedatangan Nyonya Daubreuil, janda cantik, yang tentunya menimbulkan interpretasi macam macam. Pada saat Mr. Renauld terbunuh, Jack Renauld, sang anak yang secara kebetulan lewat di lapangan golf tersebut terkejut mendapati bapaknya tewas, dan celakanya pada saat bersamaan pula, sang pacar, Bella Duven juga melintas di tempat yang sama sehingga masing masing saling curiga menuduh pasangannya sebagai pembunuh Tuan Renauld. Ruwet!

Namun (ini anehnya novel Agatha), atas nama cinta yang satu kemudian mengaku sebagai pembunuh, yang lain memusnahkan alat bukti pembunuhan. Lebih mencengangkan lagi sikap terakhir Jack Renauld yang karena pesimis akan masa depannya dengan Bella, digadang-gadang akan segera menikah dengan Marthe Dambreuil yang dipuja Kapten Hastings sebagai bidadari.

Walaupun penegak hukum akhirnya menyeret Jack Renauld sebagai terdakwa pembunuh, namun Poirot mendapati ketidak-cocokkan motivasi pembunuhan. Motivasi warisan sepertinya merupakan target utama si pembunuh. Disusunlah rencana untuk menjebak si pembunuh dengan sandiwara perubahan surat wasiat. Jebakan termakan, tapi hampir menyebabkan Nyonya Renauld terbunuh.

Kapten Hastings heran. Bidadari yang dipujanya di awal kasus bisa menjadi malaikat pencabut nyawa yang cepat, dingin dan kejam. Sekali lagi Poirot membuktikan intuisinya yang tajam, dan sepertinya mengingatkan anda: jangan terpedaya pesona kecantikan seorang bidadari....

Behind The Story


Saya bukan pakar Agatha Christie. Saya Hanya hobi menuliskan resensi tiap bukunya. Mungkin hampir dua pertiga novelnya telah saya resensi sehingga sedikit banyak saya hafal pola pola bagaimana seorang Agatha melahirkan karyanya.

Pertama Agatha dengan tegas membedakan tokoh tokoh yang dilahirkannya dengan detektif generasi 'Sherlock Holmes' yang menyandarkan metodenya dengan mengumpulkan, mengurai, dan melakukan sintesa bukti bukti. Detektif yang dilahirkannya adalah generasi kedua yang lebih mengutamakan kerja 'sel sel kelabu' sehingga seorang detektif tidak terlalu perlu mengandalkan kemampuan pisiknya untuk memecahkan kasus. Cukup duduk termenung di ruang kerjanya atau sambil menyulam seperti kebiasaan Jane Marple.

Yang kedua adalah Agatha tidak pernah mengulang tokoh yang sama, atau profesi yang sama, atau metoda yang sama untuk seorang pembunuh. Bisa saja yang menjadi pembunuh adalah dia laki laki atau perempuan, aku yang bercerita, orang rame rame membunuh, bahkan terakhir, Poirotpun menjadi seorang pembunuh. Bisa terjadi seorang dokter yang membunuh, seorang perawat, apoteker, suami mata keranjang, istri yang cemburu, polisi!, hakim!, atau yang paling spektakuler seorang anak berumur duabelas tahun. Di sini mungkin letak keunggulan Agatha. Kejutan kejutannya tak terpatahkan.

Ketiga : Metoda pembunuhan. Novel novel terbaik bersandar pada ini. Bagaimana menjelaskan sembilan orang di pulau terpencil tewas semuanya tanpa kehadiran orang lain. Siapa membunuh siapa. Bagaimana alibi dibangun sedemikian kuatnya sehingga pembunuh berada jauh di luar TKP pada saat kejadian (Roger Ackroyd dan Poirot Christmas), sampai pembunuhan dengan guna guna! (Pale Horse).

Yang terakhir, ini penemuan penting saya (serasa, deh). Ternyata Agatha membuat asumsi dari awal bahwa tokoh tokoh yang diciptakannya adalah orang orang pakar yang dapat mengenali seorang pembunuh hanya dari sekilas pandang saja (secara agak berlebih Agatha mendemonstrasikannya dalam murder on the link). Mungkin kita akan menganggap ini omong kosong ala Agatha. Namun hampir seratus tahun kemudian Malcolm Gladwell membenarkan teori Agatha ini dalam best sellernya, blink.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Peringkat Novel Agatha Christie

Saya benci pemeringkatan. Apalagi bila menyangkut penulis favorit Agatha Christie. Tetapi pemeringkatan menjadi keniscayaan - bukankah setiap pencipta agung mempunyai masterpiece? Dan mengenali sebuah masterpisece adalah tugas seorang reviewer. Maka saya menyematkan **** alias empat bintang untuk karya masterpiece, *** tiga bintang untuk karya 'out of the box', ** dua bintang untuk karya kategori bagus, dan satu bintang * untuk karya standar Agatha. Tentu saja ini subyektif, pendapat anda lebih benar. Klik di sini untuk melanjutkan.