Ledakan Dendam (Death Come As The End, 1945)


" Kau tak mengerti, Renisenb. Ada kejahatan yang datangnya dari luar, yang menyerang dengan terang-terangan sehingga dilihat oleh seluruh dunia. Tapi ada pula kebusukan lain, yang berkembang dari dalam dan tidak kelihatan tanda tandanya dari luar. Kebusukan itu tumbuh perlahan lahan, dari hari ke hari, hingga akhirnya seluruh buah itu menjadi busuk, termakan oleh penyakit itu" ( hal.24 ).

Renisenb adalah wanita mesir yang hidup 4000 tahun yang lalu, baru saja ditinggal mati suami tercinta. Bersama anak semata wayangnya, dia memutuskan untuk kembali ke keluarganya, bergabung bersama Imhoptep ayahnya yang menduda. Ayahnya dikenal juga sebagai seorang pendeta Ka, pendeta yang bertugas memelihara makam para bangsawan. Setelah menjalani masa berkabung, Renisenb kembali merasakan kehangatan keluarga bersama kakak, adik, nenek, dan para pembantu serta sahabat keluarga.

Namun sepulang dari perjalanan jauh, sang ayah datang dengan seorang wanita yang menjadi ibu baru bagi mereka. Dan tragedi dimulai... Satu persatu anggota keluarga tewas. Dan ketika Renisenb mendapat giliran dibunuh, sebatang panah yang dilesatkan seorang sahabat menyelamatkannya.

Mungkin novel ini merupakan novel eksperimen paling berani yang ditulis Agatha. Bukan saja penulisannya memerlukan riset kebudayaan Mesir kuno yang mendalam, hal terberat adalah melepaskan gaya pembunuhan ruwet ala manusia modern. Tapi... bagaimanapun Agatha tetap Agatha. Berusaha menyesuaikan teknik membunuh ala kuno - dihantam atau dengan peracunan anggur -  tetap saja pola analisa psikologis untuk menguak pembunuhan sangat dominan.

Kentara sekali tokoh Hori menjadi pengganti Hercule Poirot yang bekerja dengan sel-sel kelabunya. Atau nenek Esa yang karakternya mirip dengan Jane Marple yang lembut dan bijaksana. Atau endingnya yang mempertautkan dua kekasih. Tapi ribuan tahun yang lalu atau sekarang, pembunuhan tetaplah pembunuhan. Ia harus dihentikan.

Behind The Story

Novel ini dibuat Agatha atas usul seorang teman, Stephen Glanville, yang pakar Mesir Kuno. Jadilah sebuah novel pembunuhan berlatar Mesir Purba. Eeh, ternyata si Glanville ini masih koleganya Max Mallowan - oooh, anda tahu, dia suami Agatha.

Ternyata si Mr. Glanville ini juga bukan orang sembarangan lho.

"no Egyptologist of the present generation in this country was loved and esteemed by so wide a circle of friends and colleagues" (Journal of Egyptian Archaeology, 42 (1956), 99).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Peringkat Novel Agatha Christie

Saya benci pemeringkatan. Apalagi bila menyangkut penulis favorit Agatha Christie. Tetapi pemeringkatan menjadi keniscayaan - bukankah setiap pencipta agung mempunyai masterpiece? Dan mengenali sebuah masterpisece adalah tugas seorang reviewer. Maka saya menyematkan **** alias empat bintang untuk karya masterpiece, *** tiga bintang untuk karya 'out of the box', ** dua bintang untuk karya kategori bagus, dan satu bintang * untuk karya standar Agatha. Tentu saja ini subyektif, pendapat anda lebih benar. Klik di sini untuk melanjutkan.