Hotel Bertram (At Bertram's Hotel, 1965)


Hotel Bertram. Terletak di London. Bergaya arsitektur Edwardian (masa Raja Edward), dan tetap mempertahankan tradisi gaya hidup orang Inggris tradisional. Acara minum teh dengan hidangan kue muffin. Pelayan hotel yang luar biasa gentleman. Ruang perapian dengan tempat duduk bersandaran tinggi. Pihak manajemen hotel memutuskan untuk 'mengundang' para ningrat Inggris untuk menginap di sana untuk lebih menghidupkan 'suasana' masa lalu kejayaan Inggris. Tentu dengan diskon yang cukup terjangkau, karena ningrat kini bisa jadi ningrat yang telah jatuh miskin, namun tetap taat tradisi. Nyatanya strategi ini cukup berhasil, karena Hotel Bertram tetap menjadi hotel yang elit dengan tarif selangit. Namun bagi Jane Marple, apa yang dia lihat di hotel Bertram terlalu sempurna. Terlalu indah untuk jadi nyata. Dan biasanya ada sesuatu dibalik panggung sesempurna itu.

Bess Sedgwick, adalah wanita dibalik hotel Bertram. Dia adalah selebriti nyentrik dengan gaya hidup penuh kontroversi. Pernah menjadi pembalap mobil, penunggang kuda, dan menerbangkan pesawat. Kawin cerai. Dan kini ia termasuk jajaran orang kaya Inggris. Selain kawin cerai, rupanya banyak juga bagian dari masa lalunya yang disembunyikan. Termasuk kenyataan bahwa ia kini mempunyai anak gadis remaja yang baru menamatkan SMA Katolik di Italia. Meskipun mereka jarang bertemu, ia berharap Elvira, anaknya menjadi anak yang patuh dan manis. Tapi, like mother, like daughter. Sekolah tidak menghalangi Elvira untuk meniru ibunya. Berani, nekad, dengan kecantikan yang setara. Ibu dan anak kini berada dalam hotel yang sama, Hotel Bertram. Dan Miss. Marple terlalu banyak mendengar.

Apa yang dikhawatirkan Miss. Marple menjadi kenyataan. Terjadi pembunuhan di Hotel Bertram. Michael Gorman, seorang doorman, terbunuh. Dia terbunuh saat berusaha melindungi Elvira dari penembakan gelap. Atau, benarkah demikian? Inspektur Kepala Fred Davy, lain lagi. Dia menyambangi hotel atas kasus menghilangnya pendeta Pennyfather. Sementara pada saat yang sama ia pun dipusingkan dengan kasus perampokan kereta. Perampokan yang samar-samar berhubungan dengan Hotel Bertram. Segala sesuatu nampaknya berhubungan dengan hotel ini.

Miss. Marple selesai berlibur. Dia telah meninggalkan Hotel Bertram. Tapi di stasiun Peddington ia dihentikan polisi. Anda diminta datang oleh Inspektur Kepala Fred Davy, kata petugas yang menjemputnya. Rupanya kasus Hotel Bertram semakin berkembang. Miss. Marple diminta membantu mengungkap kemelut ini. Ah, ternyata benar Miss. Marple. Hotel Bertram terlalu banyak menyembunyikan aura jahat.

Puncaknya adalah seorang penjahat yang tersudut. Bak adegan thriller, sang penjahat melarikan diri di depan Davy. Memecahkan kaca jendela dengan telepon, lalu melompat, memanjat dinding hotel, menyusuri atap, melompat dan lari dengan sebuah mobil balap. Tapi lagi lagi duet Davy-Marple harus kecewa. Adegan action itu tidak mengungkap pembunuh sebenarnya. Pembunuh sebenarnya masih tetap hidup. Berlindung dibalik wajahnya yang polos.....

Behind The Story

Bila anda menanyakan alamat Hotel Bertram  pada polisi London, mungkin akan disambut dengan kerutan di dahi. Hotel itu tak pernah ada. Nama hotel itu justru ada di Copenhagen, Denmark. Mengapa demikian, ho ho ho ini kan bisa bisanya Agatha.

Hotel Bertrams, Copenhagen, Denmark.


Agatha memulai novel dengan cara yang nikmat. Dia menggambarkan suasana hotel dengan sempurna. Interiornya, para pelayan hotel, hidangan yang disajikan, dan tamu tamu hotel. Novel ini memang asyik dibaca saat suasana santai, atau liburan, atau kala sedang menginap di hotel. Miss. Marple sendiri dibayarin keponakannya menginap di sana. Mengatasi kejenuhan tinggal St, Mary Mead, desa kecil nan sepi dimana Jane biasa tinggal. Mengenai komentar Jane bahwa Hotel Bertram telah menjadi panggung yang terlalu sempurna, Hercule Poirot pernah berkomentar serupa dalam Orient Express bahwa gerbong yang dia tumpangi menjadi panggung yang terlalu sempurna untuk menjadi nyata. Dan kedua panggung itu benar-benar menjadi panggung yang sempurna untuk pembunuhan.

Namun anda akan berjumpa dengan Jane Marple pada bab-bab awal saja. Selebihnya seting cerita berfokus pada sepak terjang Inspektur Kepala Fred Davy dalam melacak raibnya pendeta dari Hotel Bertram, dan kemudian perampokan kereta. Boleh dikatakan dalam novel ini Miss. Marple hanya kebagian peran figuran saja.

Secara garis besar, plot cerita terdiri dari kehidupan Hotel Bertram, Kepolisian Inggris yang dipusingkan dengan maraknya perampokan dalam jumlah besar, dan kehidupan Lady Sedgwick yang kontroversial. Dalam novel ini anda akan kembali berjumpa dengan tokoh 'Mr. Robinson' yang misterius. Yang tahu banyak hal-hal khusus yang tak diketahui khalayak. Kepada beliaulah Davy pertama-tama datang untuk menemukan tokoh tokoh kunci di balik Hotel Bertram.

Bess Sedgwick pantas menjadi tokoh utama novel ini. Dari wanita ini kisah mengalir. Jauh dari masa lalunya yang menikah pada usia dini. Kalaupun ada 'lubang besar' dalam cerita ini, saya menunjuk pada cara Micky Goorman tertembak. Duduk perkara penembakan ini ditemukan oleh penalaran dan intuisi Inspektur Davy dan Miss. Marple. Saya tidak tahu apakah di tahun 1965 ketika novel ini dirilis dunia sudah mengenal uji balistik. Padahal dengan uji balistik, dapat ditemukan jarak dan arah tembak. Dengan demikian gugurlah cerita cerita penembak gelap dari pekarangan hotel.

Yang juga agak jorok adalah soal ditemukannya pistol yang dipergunakan untuk menembak. Kenapa harus ditemukan di sekitar lokasi penembakan. Kenapa tidak dibuang jauh-jauh. Kenapa tidak ada penyelidikan terhadap sidik jari, atau kalau tidak ada sidik jari, mungkin sarung tangan untuk menghilangkan sidik jari. Agatha alpa dalam hal ini. Ketakutan Elvira akan jatuhnya hak waris ke tangan yang salah juga lebay. Wali atau pengacaranya dengan mudah menjelaskan perkara hak waris ini. Tidak perlu ada pembunuhan untuk hal ini.

Terlepas lembeknya penyelesaian akhir, saya tetap suka novel ini. Terutama bila mengenai deskripsi hotel dan acara menyusuri kota London. Mungkin karena ruwet dan kurang beradabnya kota-kota besar kita. Nampaknya standar etika di kota kota besar Eropa jauh lebih baik. Kita merindukan itu. Terakhir, saya menulis resensi ini dalam keadaan 'repot'. Karena waktunya kebagian jaga bayi, ditambah terkena flu berat sehingga harus mengenakan masker. Kaca mata jadi terembuni hembusan nafas. Dede bayi ngak mau diem. Mengetik jadi tersendat sendat. Beneran repot.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Peringkat Novel Agatha Christie

Saya benci pemeringkatan. Apalagi bila menyangkut penulis favorit Agatha Christie. Tetapi pemeringkatan menjadi keniscayaan - bukankah setiap pencipta agung mempunyai masterpiece? Dan mengenali sebuah masterpisece adalah tugas seorang reviewer. Maka saya menyematkan **** alias empat bintang untuk karya masterpiece, *** tiga bintang untuk karya 'out of the box', ** dua bintang untuk karya kategori bagus, dan satu bintang * untuk karya standar Agatha. Tentu saja ini subyektif, pendapat anda lebih benar. Klik di sini untuk melanjutkan.